Perkembangbiakan Bakteri Secara Seksual dan Aseksual

Pengertian 

Reproduksi bakteri dapat berlangsung dengan sangat cepat. Pada keadaan optimal, beberapa jenis bakteri dapat membelah setiap 20 menit. Dalam satu jam bakteri dapat berkembang biak menjadi berjuta-juta sel. Coba kamu hitung kalau setiap 20 menit bakteri dapat membelah, berapa jumlah bakteri yang dihasilkan dari 1 bakteri dalam waktu 24 jam. Akan tetapi, ada pula jenis bakteri yang akan mati karena perubahan faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini adalah cahaya matahari yang terus-menerus, kenaikan suhu, kekeringan, dan adanya zat-zat penghambat dan pembunuh bakteri, seperti antibiotika dan desinfektan. Keadaan tersebut juga menunjukkan bahwa meskipun populasi bakteri sangat besar, tetap saja dapat dikendalikan oleh faktor-faktor penghambat sehingga peranan bakteri di alam sebagai salah satu pengurai dapat seimbang dengan makhluk hidup produsen dan konsumen. Dalam keadaan normal, spora akan tumbuh kembali menjadi satu sel bakteri. Bakteri dapat melakukan reproduksi dengan dua cara yakni reproduksi secara aseksual dan reproduksi secara seksual. 

Perkembangbiakan bakteri 

Perkembangbiakan bakteri terdiri atas dua :

a. Reproduksi aseksual

Bakteri dapat berkembangbiak secara aseksual dengan membelah diri pada lingkungan yang tepat dan sesuai. Proses pembelahan diri pada bakteri terjadi secara biner melintang (pembelahan biner). 

Pembelahan biner adalah bentuk reproduksi aseksual yang digunakan oleh semua organisme prokariotik, dan beberapa organisme eukariotik seperti jamur juga. Selain digunakan untuk menduplikasi organisme utuh, pembelahan biner juga digunakan dalam sel organisme eukariotik oleh beberapa organel. Dalam proses ini, dua sel anak yang dihasilkan oleh sel induk tunggal yang efektif kloning itu sendiri. bakteri Escherichia coli telah digunakan secara luas oleh para peneliti mempelajari pembelahan biner, karena menyediakan contoh klasik dari metode reproduksi aseksual sedang beraksi, dan sangat melimpah.

Fase- fase pembelahan biner pada gambar diatas :

  • Kromosom melekat pada membran sel dan terjadi penggandaan kromosom
  • Membran dan dinding sel memanjang, bakteri menjadi dua kali ukuran semula
  • Munculnya sekat diikuti oleh pertumbuhan dinding sel yang melintang
  • Tahap terakhir terbentuk dua sel baru yang identik.

Dalam pembelahan biner, sel mulai dengan menduplikasi DNA-nya untuk membuat dua set lengkap, dan kemudian tumbuh dengan ukuran yang jauh lebih besar daripada biasanya. Sebagai sel tumbuh, set DNA pindah ke ujung-ujung sel. Setelah sel telah mencapai ukuran yang tepat, itu terbagi dalam dua, menciptakan dua sel anak dengan DNA yang identik. pembelahan biner klasik digunakan ketika organisme hidup dalam lingkungan yang stabil.

Waktu pembelahan biner penting, sebagai organisme harus melakukannya pada saat yang tepat. Proses ini sebagian diatur oleh cincin septum, cincin protein yang membentuk sekitar pertengahan sel, mendorong untuk dibagi secara merata tanpa merusak DNA atau dinding sel. Kesalahan dalam proses fisi dapat menyebabkan pembentukan sel anak dengan DNA tidak lengkap, atau salinan tambahan dari gen tertentu. Cincin septum dirancang untuk mencegah hal ini.

Dalam sel-sel organisme eukariotik, organel seperti mitokondria dapat direproduksi dengan metode ini. Pembelahan biner dalam sel biasanya waktunya terjadi ketika sel sedang dalam proses mereplikasi dan membagi sebagai bagian dari siklus sel. Kesalahan dapat terjadi selama pembelahan biner dalam sel, menyebabkan masalah dengan sel anak yang dihasilkan selama pembelahan sel. Kesalahan ini dapat menyebabkan kematian sel karena sel baru tidak bisa bertahan hidup sendiri, atau mereka dapat menyebabkan kondisi seperti kanker, disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang menyebabkan proliferasi pertumbuhan sel.

b. Reproduksi seksual

Selain dengan pembelahan biner juga dapat berkembangbiak secara seksual yang berbeda dengan perkembangbiakan organisme eukariota. Ada yang menyebutkan paraseksual, yaitu bukan merupakan peleburan gamet jantan dan gamet betina, tetapi berupa pertukaran materi genetik yang disebut dengan rekombinasi genetik. ADN yang terbentuk hasil rekombinasi kedua gen tersebut dinakan gen rekombinan. Rekombinasi genetik ini dibedakan menjadi tiga cara yaitu : transformasi, transduksi dan konjugasi.

1). Transformasi

Dalam konteks genetika bakteri, transformasi merupakan perubahan suatu genotipe sel bakteri dengan cara mengambil DNA asing dari lingkungan sekitarnya. Misalnya, pada bakteri Streptococcus pneumoniae yang tidak berbahaya dapat ditransformasi menjadi sel-sel penyebab pneumonia dengan cara mengambil DNA dari medium yang mengandung sel-sel strain patogenik yang mati. Transformasi ini terjadi ketika sel nonpatogenik hidup mengambil potongan DNA yang kebetulan mengandung alel untuk patogenisitas (gen untuk suatu lapisan sel yang melindungi bakteri dari sistem imun inang) alel asing tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kromosom bakteri menggantikan alel aslinya untuk kondisi tanpa pelapis. Proses ini merupakan rekombinasi genetik – perputaran segmen DNA dengan cara pindah silang (crossing over). Sel yang ditransformasi ini sekarang memiliki satu kromosom yang mengandung DNA, yang berasal dari dua sel yang berbeda.

Transformasi adalah pemindahan bahan genetik dari satu sel ke sel yang lain tanpa melalui kontak langsung. Pada keadaan tertentu (misalnya perlakuan dengan kalsium klorida/CaCL2) bakteri dapat mengambil potongan ADN dari luar secara langsung. Pemindahan materi genetik juga dapat berlangsung melalui perantaraan plasmid. Jika plasmid suatu bakteri masuk kedalam bakteri yang lain maka akan terjadi rekombinasi.

Contoh bakteri yang dapat melakukan transformasi secara alami :

  • Haemophilus
  • Neisseria
  • Strepcoccus
  • Bacillus 

2). Transduksi

Pada proses transfer DNA yang disebut transduksi, faga membawa gen bakteri dari satu sel inang ke sel inang lainnya. Ada dua bentuk transduksi yaitu transduksi umum dan transduksi khusus. Keduanya dihasilkan dari penyimpangan pada siklus reproduktif faga.

Diakhir siklus litik faga, molekul asam nukleat virus dibungkus di dalam kapsid, dan faga lengkapnya dilepaskan ketika sel inang lisis. Kadangkala sebagian kecil dari DNA sel inang yang terdegradasi menggantikan genom faga. Virus seperti ini cacat karena tidak memiliki materi genetik sendiri. Walaupun demikian, setelah pelepasannya dari inang yang lisis, faga dapat menempel pada bakteri lain dan menginjeksikan bagian DNA bakteri yang didapatkan dari sel pertama. Beberapa DNA ini kemudian dapat menggantikan daerah homolog dari kromosom sel kedua. Kromosom sel ini sekarang memiliki kombinasi DNA yang berasal dari dua sel sehingga rekombinasi genetik telah terjadi. Jenis transduksi ini disebut dengan transduksi umum karena gen-gen bakteri ditransfer secara acak. Untuk transduksi khusus memerlukan infeksi oleh faga temperat, dalam siklus lisogenik genom faga temperat terintegrasi sebagai profaga ke dalam kromosom bakteri inang, di suatu tempat yang spesifik. Kemudian ketika genom faga dipisahkan dari kromosom, genom faga ini membawa serta bagian kecil dari DNA bakteri yang berdampingan dengan profaga. Ketika suatu virus yang membawa DNA bakteri seperti ini menginfeksi sel inang lain, gen-gen bakteri ikut terinjeksi bersama-sama dengan genom faga. Transduksi khusus hanya mentransfer gen-gen tertentu saja, yaitu gen-gen yang berada di dekat tempat profaga pada kromosom tersebut.

3). Konjugasi dan Plasmid

Gambar. Tahap Konjugasi (Sumber; Campbell)

Konjugasi merupakan transfer langsung materi genetik antara dua sel bakteri yang berhubungan sementara. Proses ini, telah diteliti secara tuntas pada E. Coli. Transfer DNA adalah transfer satu arah, yaitu satu sel mendonasi (menyumbang) DNA, dan “pasangannya” menerima gen. Donor DNA, disebut sebagai “jantan”, menggunakan alat yang disebut piliseks untuk menempel pada resipien (penerima) DNA dan disebut sebagai “betina”. Kemudian sebuah jembatan sitoplasmik sementara akan terbentuk diantara kedua sel tersebut, menyediakan jalan untuk transfer DNA.

Plasmid adalah molekul DNA kecil, sirkular dan dapat bereplikasi sendiri, yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid-plasmid tertentu, seperti plasmid f, dapat melakukan penggabungan reversibel ke dalam kromosom sel. Genom faga bereplikasi secara terpisah di dalam sitoplasma selama siklus litik, dan sebagai bagian integral dari kromosom inang selama siklus lisogenik. Plasmid hanya memiliki sedikit gen, dan gen-gen ini tidak diperlukan untuk pertahanan hidup dan reproduksi bakteri pada kondisi normal. Walaupun demikian, gen gen dari plasmid ini dapat memberikan keuntungan bagi bakteri yang hidup di lingkungan yang banyak tekanan. Contohnya, plasmid f mempermudah rekombinasi genetik, yang mungkin akan menguntungkan bila perubahan lingkungan tidak lagi mendukung strain yang ada di dalam populasi bakteri. Plasmid f , terdiri dari sekitar 25 gen, sebagian besar diperlukan untuk memproduksi piliseks. Ahli-ahli genetika menggunakan simbol f+ (dapat diwariskan).

Plasmid f bereplikasi secara sinkron dengan DNA kromosom, dan pembelahan satu sel f+ biasanya menghasilkan dua keturunan yang semuanya merupakan f+. Sel-sel yang tidak memiliki faktor f diberi simbol f-, dan mereka berfungsi sebagai recipien DNA (“betina”) selama konjugasi. Kondisi f+ adalah kondisi yang “menular” dalam artian sel f+ dapat memindah sel f- menjadi sel f+ ketika kedua sel tersebut berkonjugasi. Plasmid f bereplikasi di dalam sel “jantan”, dan sebuah salinannya ditransfer ke sel “betina” melalui saluran konjugasi yang menghubungkan sel-sel tersebut. Pada perkawinan f+ dengan f- seperti ini, hanya sebuah plasmid f yang ditransfer. Gen-gen dari kromosom bakteri tersebut ditransfer selama konjugasi ketika faktor f dari donor sel tersebut terintegrasi ke dalam kromosomnya. Sel yang dilengkapi dengan faktor f dalam kromosomnya disebut sel Hfr ( high frequency of recombination atau rekombinasi frekuensi tinggi). Sel Hfr tetap berfungsi sebagai jantan selama konjugasi, mereplikasi DNA faktor f dan mentransfer salinannya ke f- pasangannya. Tetapi sekarang, faktor f ini mengambil salinan dari beberapa DNA kromosom bersamanya.

Gerakan acak bakteri biasanya mengganggu konjugasi sebelum salinan dari kromosom Hfr dapat seluruhnya dipindahkan ke sel f-. Untuk sementara waktu sel resipien menjadi diploid parsial atau sebagian, mengandung kromosomnya sendiri ditambah dengan DNA yang disalin dari sebagian kromosom donor. Rekombinasi dapat terjadi jika sebagian DNA yang baru diperoleh ini terletak berdampingan dengan daerah homolog dari kromosom F-, segmen DNA dapat dipertukarkan. Pembelahan biner pada sel ini dapat menghasilkan sebuah koloni bakteri rekombinan dengan gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda, dimana satu dari strain-strain bakteri tersebut sebenarnya merupakan Hfr dan yang lainnya adalah F.

Keterangan gambar diatas :

  • Sel bakteri F+ E bertemu dengan sel bakteri normal.
  • Terbentuk tabung konjugasi, lalu terjadi perpindahan DNA dan sel F+ E ke sel normal.
  • Terjadi rekombinasi DNA pada sel normal.
  • Kedua sel bakteri berpindah.

Pada tahun 1950-an, pakar-pakar kesehatan jepang mulai memperhatikan bahwa beberapa pasien rumah sakit yang menderita akibat disentri bakteri, yang menyebabkan diare parah, tidak memberikan respons terhadap antibiotik yang biasanya efektif untuk pengobatan infeksi jenis ini. Tampaknya, resistensi terhadap antibiotik ini perlahan-lahan telah berkembang pada strain-strain Shigella sp. tertentu, suatu bakteri patogen. Akhirnya, peneliti mulai mengidentifikasi gen-gen spesifik yang menimbulkan resistensi antibiotik pada Shigella dan bakteri patogenik lainnya. Beberapa gen gen tersebut, mengkode enzim yang secara spesifik menghancurkan beberapa antibiotik tertentu, seperti tetrasiklin atau ampisilin. Gen gen yang memberikan resistensi ternyata di bawa oleh plasmid.

Sekarang dikenal sebagai plasmid R (R untuk resistensi). Pemaparan suatu populasi bakteri dengan suatu antibiotik spesifik baik di dalam kultur laboratorium maupun di dalam organisme inang akan membunuh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik, tetapi hal itu tidak terjadi pada bakteri yang memiliki plasmid R yang dapat mengatasi antibiotik. Teori seleksi alam memprediksi bahwa, pada keadaan-keadaan seperti ini, akan semakin banyak bakteri yang akan mewarisi gen-gen yang menyebabkan resistensi antibiotik. Konsekuensi medisnya pun terbaca, yaitu strain patogen yang resisten semakin lama semakin banyak, membuat pengobatan infeksi bakteri tertentu menjadi semakin sulit. Permasalahan tersebut diperparah oleh kenyataan bahwa plasmid R, seperti plasmid F, dapat berpindah dari satu sel bakteri ke sel bakteri lainnya melalui konjugasi.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url