Eubacteria Memiliki Struktur Sel Dasar Yang Penting Untuk Diketahui
Archaea merupakan organisme yang berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 1.5-2.5 µm (Beveridge, 2001). Ukuran yang kecil ini memberikan keuntungan tersendiri bagi sel tersebut. Sel yang berukuran lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan volume sel, jika dibandingkan dengan sel yang berukuran lebih besar. Sehingga memiliki rasio permukaan terhadap volume lebih tinggi. Rasio permukaan/volum memberikan beberapa akibat pada kehidupannya. Sebagai contoh pada pertukaran nutrisi, sel yang memiliki rasio permukaan/volum lebih tinggi akan mendukung pertukaran nutrisi lebih cepat dibanding yang lebih rendah, oleh karena itu sel yang lebih kecil akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sel yang lebih besar karena memiliki rasio yang lebih tinggi. Sedangkan secara genetik, hal ini dapat berdampak pada evolusi karena sel Archaea adalah haploid, sehingga mutasi akan diekspresikan secara langsung. Sedangkan mutasi itu sendiri adalah sumber dari suatu evolusi. Oleh sebab itu Archaea dapat lebih cepat menanggapi perubahan lingkungan.
Pengemasan DNA Archaea
Dalam filogenetik Archaea berbeda dengan bakteri, walaupun keduanya memiliki beberapa kemiripan dalam struktur sel. Perbedaan ini lebih pada taraf molekular antara keduanya, dimana Archaea memiliki banyak kesamaan dengan eukaria. Salah satu contohnya adalah pengemasan DNA pada Archaea.
DNA pada Archaea dikemas dalam bentuk sirkular, dimana pada beberapa Archaea pengemasannya melibatkan DNA-girase dan protein histon untuk membentuk struktur DNA superkoil. Hal ini berbeda dengan bakteri yang membentuk struktur DNA superkoil dengan bantuan DNA-girase saja. Pengemasan DNA menggunakan protein histon seperti ini mirip dengan pengemasan DNA pada eukaria. Protein histon yang ditemukan pada Archaea berukuran lebih pendek dibandingkan dengan protein histon eukaria, tetapi keduanya memiliki sekuen asam amino dan struktur 3 dimensi yang homolog.
Pada beberapa Archaea juga ditemukan beberapa titik awal replikasi, dimana protein yang mengenali titik awal replikasi dan sintesis DNA memiliki banyak kemiripan dengan eukaria dibandingkan dengan bakteri. Selain itu Archaea juga memiliki beberapa RNA polimerase. Hal ini dengan bakteri yang hanya memiliki satu RNA polimerase. Faktor transkripsi yang dimiliki Archaea juga memiliki kemiripan dengan faktor transkripsi pada eukaria. Beberapa gen penyandi tRNA dan rRNA Archaea memiliki intron. Intron yang terdapat pada Archaea diproses dengan mekanisme yang sedikit berbeda dengan intron pada eukaria. Sedangkan pada bakteri tidak ditemukan intron.
Pada saat sintesis protein Archaea membutuhkan ribosom yang fungsional serta beberapa faktor translasi. Ribosom yang terdapat pada Archaea mirip dengan ribosom pada bakteri, yaitu sama-sama 70S. Namun faktor translasi yang ditemukan pada Archaea ternyata dua kali lebih banyak dibanding dengan yang ada pada bakteri. Bakteri dan Archaea menggunakan asam amino yang berbeda pada awal proses translasi. Asam amino yang digunakan bakteri adalah N-formil metionin, sedangkan Archaea adalah metionin. Metionin juga merupakan asam amino yang digunakan eukaria untuk awal proses translasi. Secara keseluruhan, perbandingan sekuen menunjukkan beberapa kesamaan antara eukaria dan Archaea dalam hal RNA dan protein yang digunakan untuk membentuk translation machine.
Inklusi Sel
Di dalam sel prokariotik biasanya terdapat senyawa lain yang menyertai sel di dalam sitoplasma yang disebut dengan inklusi sel. Inklusi sel berfungsi sebagai energi cadangan atau sebagai tempat penyimpanan struktur building blocks. Penyimpanan karbon atau senyawa lain di dalam inklusi yang tidak larut dalam air bermanfaat bagi sel karena dapat mengurangi tekanan osmotik yang dapat mungkin terjadi apabila senyawa dalam jumlah yang sama terlarut dalam sitoplasma (Madigan, et al. 2012).
Salah satu jenis inklusi sel yang paling banyak ditemukan di dalam organ prokariotik adalah asam poly-β-hydroxybutirat (PHB). PHB adalah lipid yang tersusun atas unit-unit asam β-hydroxybutirat. Sedangkan polimer yang diproduksi oleh Archaea adalah poly-β-hydroxyalkanoat (PHA). PHA disintesis oleh Archaea di dalam polimer penyimpanan ketika sel mengalami kondisi pertumbuhan yang tidak seimbang. PHA merupakan salah satu jenis komoditas plastik yang dapat dirombak menjadi karbondioksida dan air melalui proses mineralisasi mikrobiologis secara alami.
Vesikula Udara
Salah satu jenis Archaea yang bersifat planktonic dan mampu hidup di air laut adalah Nitrosopumilus maritimus dari kelompok Crenarchaeota (Brochier-Armanet,et al. 2011). Jenis organisme ini mampu mengapung di air laut karena memiliki vesikula udara. Kemampuan mengapung yang dimilikinya memungkinkan untuk menempatkan diri dalam kolom air untuk dapat merespon kondisi lingkungan.
Secara umum struktur vesikula udara tersusun atas protein yang berbentuk kumparan, berongga namun kaku dengan panjang dan diameter yang bervariasi. Panjang vesikula udara yang dihasilkan oleh masing-masing organisme berbeda-beda, mulai dari 300 sampai lebih dari 1000 nm dengan lebar 45 sampai 120 nm, tetapi kisaran ukuran tersebut masih bisa berubah-ubah. Jumlah vesikula dalam satu organisme sangat bervariasi mulai dari sedikit hingga ratusan tiap selnya, kedap air dan larut dalam gas (Madigan, et al. 2012).
Membran sitoplasma pada Archaea
Struktur dasar dari membran sel Archaea tersusun atas fosfolipid. Struktur ini tersusun dari molekul gliserol yang berikatan dengan fosfat pada ujung pertama (kepala) dan berikatan dengan rantai samping yang berupa isoprenoid pada ujung lainnya (ekor).
Karena sifatnya yang hidrofilik maka ketika membran sel berada pada lingkungan cair, ujung molekul yang mengandung gugus fosfat akan berada pada permukaan luar membran luar sel, dan sisi lainnya yang bersifat hidrofobik akan berada dibagian dalam. Pelapisan seperti ini menciptakan penghalang kimia yang sangat efektif disekitar sel dan membantu dalam menciptakan keseimbangan kimiawi. Secara komposisi, membran sel Archaea memiliki perbedaan dengan membran sel bakteri dan eukaria. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan kiralitas gliserol yang menjadi penyusun membran sel, ikatan antara gliserol dan rantai samping isoprenoid berupa ikatan eter, rantai samping berupa isoprenoid bukan asam lemak seperti pada bakteri dan eukaria, dan memiliki rantai samping yang bercabang.
Kiralitas dari gliserol
Gliserol yang digunakan Archaea untuk membentuk fosfolipid merupakan stereoisomer dari gliserol yang digunakan untuk membentuk membran sel pada bakteri dan eukaria. Dua molekul yang stereoisomer adalah cerminan satu sama lain. Pada membran sel bakteri dan eukaria, gliserol yang menyusun membran selnya berupa D-Gliserol, sedangkan pada arkaea berupa L-gliserol.
Ikatan Eter
Pada kebanyakan organisme, gliserol yang terdapat pada membran selnya akan berikatan dengan rantai samping menggunakan ikatan ester. Namun tidak demikian halnya pada membran sel Archaea. Ikatan yang terbentuk antara gliserol dan rantai samping pada membran sel Archaea adalah ikatan eter. Hal ini memberikan fosfolipid yang dihasilkan memiliki sifat mekanik kimia yang berbeda dari lipid membran organisme lain.
Rantai Isoprenoid
Archaea memiliki rantai samping penyusun fosfolipid yang berbeda dengan bakteri dan eukaria. Rantai samping penyusun fosfolipid pada bakteri dan eukaria adalah asam lemak, sedangkan pada Archaea rantai samping yang dimilikinya adalah isoprenoid. Isoprenoid merupakan hidrokarbon yang memiliki 20 atom C dan merupakan anggota paling sederhana dari kelas bahan kimia yang disebut terpene. Menurut definisi, terpene adalah molekul yang menghubungkan molekul isoprenoid bersama-sama.
Lipid yang terdapat pada Archaea termoasidodfil dan metanogen adalah tetralipid, dimana ujung rantai samping phytanil pada struktur tetralipid berikatan secara kovalen dengan molekul gliserol yang lain. Sehingga akan membentuk struktur monolayer. Struktur seperti ini tidak memiliki area tengah yang kosong seperti pada struktur lipid bilayer. Sehingga struktur seperti ini memiliki resistensi yang lebih terhadap temperatur tinggi dibandingkan struktur lipid bilayer. Pada umumnya Archaea yang hidup optimal pada suhu tinggi, membran selnya terdiri dari lipid monolayer ataupun kombinasi antara lipid bilayer dan monolayer.
Dinding Sel Archaea
Archaea memiliki keragaman dalam hal lapisan yang menyelubungi selnya. Beberapa Archaea memiliki lapisan protein permukaan atau S-layer. Lapisan ini terdiri dari protein monomolekular yang identik atau lebih dikenal dengan sebutan glikoprotein (Kandler dan Konig, 1993). Lapisan ini secara langsung berhubungan dengan bagian luar membran plasma dan berfungsi untuk melindungi dari lisis osmotik. Lapisan ini juga dapat berfungsi sebagai penyeleksi molekul yang dapat masuk kedalam sel.
Selain S-Layer, diketahui beberapa Archaea juga memiliki struktur yang mirip dengan dinding sel pada bakteri, namun berbeda dalam hal komposisi kimia penyusunnya. Dinding sel Archaea tidak memiliki peptidoglikan namun memiliki molekul yang mirip dengan peptidoglikan yang disebut pseudomurein. Pseudomurein dibangun dari N-Asetil glukosamin dengan Asam N-Asetil talosamin uronat yang berikatan dengan ikatan glikosidik pada β-1,3 hal ini berbeda dengan peptidoglikan pada bakteri yang dibangun menggunakan N-Asetil glukosamin dan N-Asetil muramat yang berikatan pada β-1,4.
Perbedaan lainnya adalah asam amino yang terdapat pada pseudomurein semuanya berupa L-Steroisomer. Struktur seperti ini memberikan dampak yang menguntungkan pada Archaea, yaitu dinding sel mereka resisten terhadap antibiotik dan juga tidak terpengaruh terhadap aktivitas lisosim dan protease yang umum (Konig, 2001). Beberapa Archaea tidak memiliki pseudomurein namun memiliki polisakarida lainnya, yaitu glutaminylglycan, heterosakarida, methanochondroitin.
Struktur Permukaan Sel Archaea, Inklusi Sel, dan Vesikula Udara Penelitian mengenai struktur tambahan pada permukaan sel Archaea telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan observasi elektron mikroskopis pada beberapa jenis Archaea. Penelitian ini menunjukkan beberapa tipe struktur tambahan pada permukaan sel Archaea, seperti pili dan flagella yang tampak seperti struktur yang ada pada bakteri, tetapi ternyata memiliki perbedaan. Selain itu struktur lain seperti cannulae (kanula), Hami, Iho670 Fibers, dan bindosome muncul sebagai struktur unik lain yang dimiliki oleh Archaea.